Welcome My Blog

Sebuah Catatan, Just For Share

Kamis, 11 September 2014

Ketika Akhwat Mengkhitbah Duluan

  • Khadijah Binti Khuwailid. Bukan wanita biasa, wanita yang tak sekedar wanita. Wanita yang penuh dengan auroh kemuliaannya.
  • Secara fisik dunia, Khadijah tergolong wanita kaya dan saudagar ternama. Ia cantik rupa walau sudah menginjak masa tua.
  • Dalam perjalanan hidupnya. Ia mengenal sosok yang bernama Muhammad, yang tak lain adalah karyawannya.
  • Khadijah jatuh hati kepada sosok pemuda Muhammad, bukan karena fisik duniawi. Tapi karena kejujuran dan budi pekerti.
  • Kala itu Khadijah berusia 40th, sementara Muhammad berusia 25th. Berpaut usia dan juga berpaut harta.
  • Tapi itu tak membuat Khadijah mengurungkan niatnya mengkhitbah Muhammad, sosok yang mempesona imannya.
  • Kepribadian. Ya, itulah pilihan yang dijatuhkan Khadijah kepada sosok Muhammad, yang kelak jadi Nabi panutan.

Di tengah masyarakat kita tidak biasa alias masih tabu ketika perempuan mendahului melamar seorang pria. Lumrahnya, pria yang melamar atau mengkhitbah wanita. Tapi tidak dengan bunda Khadijah r.a kala itu yang mencoba membalik ‘budaya’ yang mungkin saat itu berlaku di masyarakat.Toh, sebenarnya tidak ada masalah jika ada seorang wanita ingin memulai dulu untuk melamar.

Tentu ada pertimbangan tertentu kenapa seorang perempuan ‘berani’ mengungkapkan isi hatinya lebih dulu kepada pria. Diantaranya yang paling penting, dan ini dianjurkan oleh hadits: “Apabila datang laki-laki untuk melamar yang kamu ridhai agamanya dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia. Dan bila tidak kamu lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan di tengah masyarakat” (HR. Tirmidzi, Ahmad).

Nah, hadits di atas memang “datang laki-laki untuk melamar”, maka yang jadi point bahasan kali ini adalah “kamu ridhai agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia…”. Barangkali pertimbangan penting seorang wanita mendahului melamar adalah karena faktor “agama dan akhlak” seorang pria, yang bisa jadi tidak atau belum berani mengkhitbah seorang wanita. Maka para wanita yang memandang faktor tersebut penting bagi pernikahannya kelak, sehingga dia beranikan untuk mengkhitbah pria.

Jika pertimbangan di atas sudah jadi pertimbangan utama dan penting, maka tinggal selanjutnya adalah mengkomunikasikan keinginan tersebut kepada orang-orang dekatnya. Bisa orang tua, bisa teman, bisa murrobi, ustadah, dan sebagainya. Tentu orang-orang dekatnya akan kaget dengan keinginan si akhwat, maka disinilah lagi-lagi pertimbangan utama tadi perlu disampaikan. Yakni faktor agama dan akhlak. Bagi seorang makcomblang yang paham akan agama tentu tidak akan menghalang-halangi niat si akhwat tersebut.
 Sekali lagi, ini perilaku yang belum lumrah terjadi di masyarakat, sehingga wajar jika timbul pertentangan dan dianggap keanehan. Tapi yakinlah, secara hukum syara’ tidak pernah ada larangan tersebut. Dan jika sahabatku, kaum akhwat mau memulainya, silahkan saja. Tetap dengan siap resikonya, yakni diterima atau ditolak. Yasarallah umuraki 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar